Kamis, 08 Desember 2016

Salman dan Impian 40 Tahun Indonesia Beradab


"seorang pemimpin besar ialah yang menjadikan mimpinya dipercaya seolah sebuah realita nyata di kemudian hari"

Dialah Syarif Hidayat, Ketua Yayasan Pengurus Masjid Salman ITB. Dengan perawakannya yang khas ditambah gaya bicara yang menantang, ia terus menerus mengulang mimpinya di depan mahasiswa penghuni gedung kayu tua bersejarah itu. Aku sendiri pun lupa sudah berapa kali mimpi besar itu digaungkan di ruang dengarku. "40 tahun Salman akan membawa Indonesia menjadi negara paling beradab setidaknya nomor tiga di dunia," sebutnya.

Sabtu pagi yang cerah, 3 Desember 2016.
Sekali lagi mimpi itu kembali digaungkan, di depan tunas-tunas yang mulai tumbuh dengan tatapan tajamnya ia berhasil menyihir kami seolah mimpi itu dekat dan bisa diusahakan. Hari itu memang kami sengaja berkumpul untuk menyatukan semangat juang bersama seluruh unit kegiatan mahasiswa Masjid Salman ITB. 

Sama dengan pendahulunya, Hermawan K Dipojono, ia memulainya dengan bercerita tentang korea. Sungguh negara ini dan korea selatan merdeka di tahun yang sama, bulan yang sama. Tepatnya 2 hari setelah korea merdeka Soekarno memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Ia pun bercerita, di tahun 1965 saking miskinnya korea selatan, ia hanya bisa mengekspor satu barag yang tumbuh di negeri itu 'rambut warganya sendiri. Tapi lihat hari ini, dengan usia yang sama, Korea Selatan berlari kencang meninggalkan Indonesia jauh di belakangnya. Semangat mereka cuma satu,"kalahkan jepang." Identik dengan semangat sederhana pejuang bangsa ini, "Indonesia merdeka!"

Jika dipikir ulang, rasanya kita punya cukup syarat -bahkan berada di batas atas syarat itu sendiri- untuk menjadikan negeri ini sekuat korea selatan, india, bahkan china sekalipun. Sumber daya alam dan manusia Indonesia tidak perlu ditanya lagi akan kualitas dan kuantitasnya. Hanya memang bukan soalan mudah menggerakkan roda peradaban negeri dengan sejuta budaya, sejuta sifat. Tapi bukan tanpa alasan Tuhan menjadikan negeri indah ini begitu kompleks dan penuh tantangan. Sungguh Allah punya rencana, miniatur dunia bernama Indonesia ini telah Ia jadikan sebagai training ground bagi insan di dalamnya untuk kelak memimpin dunia. Bukan tidak bisa, semua ini hanya soal potongan mimpi banyak orang yang belum terangkai menjadi puzzle utuh kemerdekaan sesungguhnya.

40 tahun bukan waktu yang lama, tapi itu cukup untuk menjadikan negara ini setidaknya menempati urutan ketiga untuk negara paling beradab di dunia. Dimulai dari 5 tahun awal Indonesia harus jadi yang terbaik di Asia Tenggara. Salman memulainya dengan membangun jaringan masjid nusantara dan membentuk percontohan ide-ide besar yang bisa diterapkan di masjid2 itu. 

Di tahap awal proses panjang ini memang mimpi itu masih terasa jauh. Tapi semangat yang terpancar di setiap sudut masjid ini seolah menyiratkan optimisme akan mimpi yang segera terwujud. Dan aku bersyukur bisa menjadi sekrup kecil dari seluruh proses panjang nan melelahkan itu. Meski tidak banyak, setidaknya ada cerita yang bisa aku adukan dihadapan-Nya kelak. Selamat Berjuang!

Kamis, 06 Oktober 2016

Aku dan Ayah 2.0

Ayah, aku takut....

Jika kesalahan adalah sebuah tinta hitam, maka setidaknya sudah setengah dari setengah dari tubuh ini tenggelam didalamnya. Jika kegagalanku tercatat dalam catatan perjalanan hidup, mungkin ia akan setebal kitab suci.

Aku tidak pernah berpikir tentang diriku, ayah. Aku hanya ingin yang terbaik untuk mereka. Tapi manusia bukan makhluk yang tak pernah salah. Lalu satu per satu aku justru melukai mereka dengan kesalahan, kegagalan, dan kebodohanku.

Ayah, aku ingin lari.... menjauh sejenak dari kerumunan yang selalu mengingatkanku akan dosa yang tak kunjung kutebus. Rasanya kecelakaan kecil justru jadi hadiah indah untukku yang lelah ini. Sakit itu setidaknya membuatku menghilang untuk sementara waktu. Membuat mereka tak mencariku sementara, tak membuatku merasa bersalah.

Aku tahu ayah, menghindar bukan jalan terbaik. Aku paham betul, jika semuanya tak kuhadapi aku tak akan pernah menyelesaikannya. Pun tidak pula menghapuskan dosaku pada mereka. Tapi.... aku takut ayah...aku takut...

Rabu, 05 Oktober 2016

Aku dan Ayah 1.0

try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail try.fail 

Wahai makhluk lemah, aku ingin bicara empat mata denganmu...

Kadang hidup memang sulit. Bukan segalanya yang kamu usahakan akan berjalan sesuai harapan. Bukan pula peluh, keringat, dan air mata bercucuran menjadi jaminan akan keberhasilan. Manusia memang naif nak, ia tak ubahnya pohon yang ingin besar tanpa terpaan angin, atau kapal yang ingin kuat tanpa deburan ombak badai. 

Begitu pula dirimu nak, memang kegagalan itu sakit. Bahkan seringkali orang lain yang kau sakiti. Dan memang benar jumlah mereka yang tersakiti tidak sedikit. Tapi itulah manusia, selalu mengharapkan orang lain sesuai keinginannya. 

Aku tidak hendak membelamu nak. Salah tetap saja salah. Mengakui kesalahan dan minta maaf pun seringkali tidak menghapuskan luka dalam yang pernah kau buat. Karena itulah manusia, makhluk perasa yang selalu ingin diperhatikan...

Itulah kegagalan... setuju atau tidak, terima atau tidak memang begitulah cara dunia ini berputar. Maka tegakkan kepalamu, nak. Semua orang pernah salah, semua maestro punya cerita kegagalannya sendiri. Jika kegagalanmu membuat orang lain tersakiti, cukupkanlah usaha terbaikmu untuk menyambung kembali tali yang pernah terputus. Tapi, selalu ingat ini nak. Bukan jadi tanggung jawabmu jika ia berencana membiarkannya tetap terputus.

Setiap manusia punya garis finish nya masing-masing. Tidak akan ada yang peduli jika engkau pernah jatuh dan tersungkur dalam perjalanan yang kau lalui. Maka, berhentilah melihat orang lain. Lalu berhentilah merisaukan pikiran orang lain tentangmu. 

Setiap orang hidup di jalannya masing-masing, mengejar garis finishnya masing-masing. Maka, sekali lagi tegakkan kepalamu, busungkan dadamu. Kejar impian yang jadi harapan besarmu. Cukuplah dirimu yang kemarin menjadi pembanding semua hal ideal tentang dirimu. Jadikan esok mu menjadi harapan baru tentang diri idealmu.

#lagibaper #maafinane #maafbanget #hmm

Selasa, 27 September 2016

Tentang Mimpi

"Bermimpi dan berada di puncak impian itu indah, tapi keindahan itu ada karena kesusahan yang pernah dilalui dalam mengusahakannya."

Banyak yang berkata setiap orang harus memiliki mimpi spesifik yang dapat mengarahkan hidupnya menuju satu titik lurus. Dari satu titik akhir itu kita tentukan pekerjaan yang harus dilakukan maupun check point yang harus dilalui. Lalu mereka memulainya, menentukan mimpinya 30-50 tahun kedepan Bahkan mencoba membayangkan, saat ia mati akan dikenang sebagai apa.

Sepertinya tidak kurang dari 3 tahun di kampus ini aku masih saja tak selesai merencanakan mimpi hingga sejauh itu. Sering kali ketika hendak memulai memikirkannya, tetiba kepala ku justru pusing, bingung dengan segala kemungkinan indah yang mungkin bisa aku lakukan. Aku merasa meskipun telah di ujung masa studi ku, pilihan garis finish itu masih sangat banyak. Memang hampir semuanya baik, tapi saking banyaknya kemungkinan baik itu justru susah buatku untuk menentukan mana pilihan terbaik yang aku pilih sebagai garis finish.

Lalu waktu pun berlalu, ketika pemikiran itu kembali hadir, aku hanya bisa menghindar dan memilih untuk melupakan sementara. Bukan berarti aku tak punya mimpi, hanya menentukan satu titik akhir ternyata bukan hal yang mudah. Rasanya 20 tahun hidup masih belum genap menunjukkan mana jalan terindah yang Ia takdirkan buatku. Hingga aku tersadar oleh celetuk seorang sahabatku, agus namanya. "Mungkin do'a dengan harapan yang spesifik bukan hal yang baik mas, rasanya hanya Allah yang tahu mana yang terbaik buat kita. Mengusahakan kerja terbaik adalah satu hal yang bisa selalu kita usahakan," ujarnya.

Pikirku kembali berputar, menelisik kata demi kata yang Agus ucapkan malam itu. Mungkin ia benar, jika karya besar itu muncul dari usaha fokus yang maksimal, bukan berarti hasil akhirnya telah diperkirakan oleh yang maestro. 'ada dua cara orang memandang sebuah mimpi dan visi besar : merancang detilnya lalu menurunkannya menjadi check point kecil yang harus dilakukan (top down), atau sekedar melihat, mengamati dan menganalisis keadaan disekitarnya lalu menentukan check point terdekat yang harus ia lalui (bottom up). Tentu kedua hal ini hanya muncul begitu saja, bukan berasal dari studi literatur ilmiah ataupun pengamatan empirik laboratorium. Rasanya keduanya bukan soal memilih mana yang lebih baik, tapi tentang menentukan pendekatan mana yang lebih sesuai dengan diri ini.

Jika aku harus memilih diantara keduanya -tentu jika klasifikasi itu bisa dibenarkan- aku akan memilih yang kedua. Sepertinya menentukan check point 3-5 tahun akan sangat lebih mudah jika dibandingkan dengan membayangkan nisan dan bagaimana orang membicarakanku di pemakaman. Aku berencana untuk mencoba 3 hal setelah aku lulus : apply S2 kontrol atau sensor, S2 MBA, atau melamar pekerjaan. Mana diantara ketiganya yang Allah takdirkan, biarlah kuasa sang Maha Kasih yang menentukan. Lalu jika ditanya, setelah itu apa, baiknya akan aku pikirkan setelah kuasa-Nya telah selesai menunjukkan padaku satu jalan terbaik diantara ketiga hal yang aku rencanakan. Bagian terindahnya adalah aku hanya harus berjuang dan bekerja untuk menjadikan ketiganya mungkin dicapai saat waktunya tiba.

Meski begitu bukan berarti aku tidak punya mimpi jangka panjang. Mimpi sederhanaku , "Allah, aku ingin menjadi Abdurrahman bin Auf bagi umat muslim di masa depan. Dengan jalan apa, akan aku serahkan pada takdir indah-Mu yang selalu mengihasi detik hidupku. Satu hal yang aku pastikan, aku akan selalu memaksimalkan semua usahaku meraih kebaikan-Mu."

Jumat, 19 Agustus 2016

NGGA FOKUS EUY

Belakangan setelah genap 6 semseter kehidupan saya di kampusnya Bapak Sukarno, baru mulai terasa kalau yang namanya kerjaan itu nggak bisa multitasking. Nggak kaya laptop yang bisa download film sambil main game tambah ngopi file kuliah. Jadi kalau ada orang yang bilang, " aku nggak bisa multitasking euy, da aku ma orangnya cuma bisa fokus di satu kerjaan aja, " maka sebenarnya hal ini terjadi di semua orang di muka bumi ini. (ini hasil perenungan aja ya - jangan tanya datanya dari mana). Bisa jadi yang demikian itulah sunnatullah-nya. Emang dari pabriknya sana seperti itu. 
Mungkin ayat ini yang mewakili perkataan Allah kalau manusia itu harus fokus mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya satu per satu. Gambarannya sama kaya shalat, saat shalat perhatian hanya tertuju pada bacaan yang kita baca, tugas kuliah, janjian sama temen, ujian kompre ditinggalkan dulu hingga selesai dengan shalat kita. 

Saya teringat dengan nasihat salah satu pembicara di -kalau tidak salah- diklat terpusat OSKM waktu zaman jadi mentor, "Kita nggak bisa bagi waktu, yang bisa kita lakukan adalah bagi fokus." Perbedaan mendasar antara keduanya adalah tentang konsentrasi, sebanyak apa pikiran yang kita bawa di suatu waktu yang telah kita bagi. Sering kali, banyak orang yang telah membagi waktunya, tapi tidak fokus dalam pekerjaan yang ia telah rencanakan. Misal, ngumpul sama temen-temen sambail pegang HP, belajar sambil buka medsos, atau di kelas pagi mikirin agenda rapat sore harinya. Akibatnya segala yang dilakukan tidak maksimal. Target-target tidak terpenuhi, pekerjaan seadanya mungkin jadi agenda yang biasa terjadi.

Cara termudah untuk memulai membiasakan fokus pada satu urusan adalah Bikin agenda harian. Sederhana maupun detail tidak jadi masalah, sesuaikan saja dengan preferensi pribadi. Agenda yang saya coba buat akhir-akhir ini hanya sesederhana rentang waktu dan jenis kegiatan. Persis seperti bikin rundown kalau mau ada acara-acara. Catatan pentingnya adalah pastikan di setiap range jamnya hanya ada satu pekerjaan, atau mungkin dua sampai tiga jika pekerjaannya terlalu ringan. Range jam pun bisa disesuaikan dengan keinginan masing-masing, beberapa membagi waktunya menjadi jam 7-9, 9-12, 13-15, 15-18, dst. Beberapa yang lain memilih menuliskan setiap jamnya. jam 6-7, 7-8, 8-9, dst. Sangat sederhana dan menarik untuk dicoba.

Orang bijak pernah bilang, "gagal merencanakan sama artinya dengan merencanakan kegagalan." So, kalau hari-hari kita biarkan saja berjalan tanpa perencanaan, hasilnya selalu tidak jelas perkembangan apa yang terjadi di hari itu. Kalau ada yang bilang, "hari ini go with the flow aja," hati-hati ya... karena menurut teori entropi di pelajaran fisika SMA, "sesuatu yang dibiarkan tanpa perlakuan apapun akan menuju pada katidakteraturan." Kalau mau teratur, silahkan bikin perencanaan dan fokus

Kamis, 28 Juli 2016

Mentor : The Caring Adult

"Dibalik kecemerlangan seseorang, selalu ada orang lain yang berdiri di sekitarnya dan memaksanya untuk menjadi lebih baik setiap harinya. itulah mentor"
- Lintasan Pikiran Mahasiswa Basa -

Beberapa waktu silam, publik sempat digemparkan dengan aksi kudeta militer turki atas Presiden Erdogan. Memang di terhitung sejak 2002, Erdogan telah menghabiskan setidaknya 14 tahun di puncak kekuasaan tempat kekhalifahan terakhir pernah berdiri itu. Meski banyak pihak yang pro-kontra dengan pemerintahannya, secara umum Erdogan terbilang berhasil mengelola negara tersebut. Di ranah ekonomi misalnya, Ia berhasil menaikkan pendapatan per kapita dari 3500 dollar/tahun menjadi 11.000 dollar/tahun. Dibalik sosok inilah terdapat sosok Sang Hoca, Necmetin Erbakan yang tidak lain adalah mentor dari Erdogan. Meski berselisih paham soal sikap politik, bisa dibilang perjuangan Erdogan adalah perpanjangan visi Sang Mentor. Begitu pula dengan Erbakan, gurunya -Said Nursi- juga memperjuangkan hal yang sama. Satu perjuangan turun-temurun inilah yang dihasilkan dari mentoring. Begitulah cara kerjanya, itulah mentor.

Cerita yang sama pun terjadi pada Menteri Penerangan kedua RI, Mohammad Natsir. Kecemerlangannya beradu kata dalam sastra bukan terlahir begitu saja. Ia ditanam, dipupuk, dan disemai dalam ketulusan gurun yang paling berpengaruh baginya : Ahmad Hassan. Ketulusan Ahmad Hassan selalu terlihat dalam pertemuan dengan murid tercintanya. Setiap kali Natsir datang ke rumah Ahmad Hassan, Sang Guru segera meninggalkan apapun yang ia kerjakan demi berdiskusi, bercakap dengan Natsir. Itulah mentor.

Belakangan metode mentoring pun cukup diminati di kalangan mahasiswa. Di ITB sendiri, unit kegiatan maupun himpunan yang memiliki mentor2 sudah terbilang banyak jumlahnya. Termasuk mentor OSKM, kaderisasi awal mahasiswa baru. Beberapa waktu lalu pun UI sempat berencana menggunakan metode serupa di agenda penerimaan mahasiswa barunya. Mahasiswa pada akhirnya merasakan, bahwa penurunan nilai luhur, pembentukan karakter sangat efektif dilakukan dengan mentoring. Sekali lagi, itulah mentor.

Begitulah sistem ini bekerja. Mentor bukan hanya menjadi guru dengan materi-materi yang harus disampaikan, Tapi juga menjadi teladan bagi peserta didiknya. Mungkin mentor lah sarana 'tempat bertanya yang harus ada jawabnya.' Tentu bukan soal mudah menjadi pribadi mentor yang baik, tapi memang seindah itu merasakan nikmatnya membina orang, mengubah bongkahan batu menjadi permata berkilauan.


Rabu, 27 Juli 2016

Refleksi : Sebuah Bayangan yang Jujur Akan Hadir dalam Cermin Ketulusan

Belakangan saya menyadari dalam episode hidup yang dikaruniakan Allah, banyak peluang-peluang yang Ia berikan dan tidak dapat saya maksimalkan. Kata orang karya besar itu muncul "When opportunity meets capability." I hanve many opportunity, but less capability.

"Istirahatnya di surga aja, lid" sederhana bener ungkapannya, tapi nyentuh banget. Sayapun mulai terbangun di tidur malam yang hening, mengurangi waktu bermesra dengan malam. Kembali merefleksikan 20 tahun yg telah dilalui dan memulai merajut kisah menjadi pribadi yang lebih baik.

Mungkin tulisan ini yang akan jadi saksi, ia akan mengatakan "kamu yang bilang hari ini kamu mau berubah." Karena layaknya kebanyakan orang, komitmen sering didengungkan tapi lupa adalah fitrah manusia. Suatu saat nanti aku akan menengok kembali tulisan sederhana ini, dan tertawa kecil karena menyadari perubahan besar itu terjadi setelah seseorang merasa gagal.

Entah kenapa saya cukup ingin menulis komitmen ini. Setelah membaca beberapa buku, berdiskusi, bergaul dengan mereka yang diatas langit. Saya memutuskan untuk melakukan beberapa hal yang mungkin cukup penting ketika seseorang hendak merubah dirinya. Ya, Menjadi Lebih Baik :

Pertama, Tentang Bagi Waktu. Sulit memang tapi "Gagal merencanakan artinya merencanakan kegagalan." bermula dari buka productivemuslim.com, saya mulai dengan membuat -dalam bahasa web tersebut- daily taskinator. Sederhananya semacam rencana agenda esok hari. saya tulis dari 5.00-24.00, karena tidur 5 jam sudah sangat lebih dari cukup. saya mulai menulis di setiap jamnya apa yg harus saya lakukan. Cukup - dan harus dicukupkan- satu kegiatan per jamnya. hasilnya terhitung di hari pertama 6 dari 19 kegitan tiap jam yang direncanakan berhasil, dan di hari berikutnya kebalikannya terjadi, 6 dari 19 rencana kegiatan tidak berhasil. Menarik sepertinya... dan saya berencana melakukannya tiap hari.

Kedua, Habbits. Memulai kebiasaan baik, atau membuang kebiasaan buruk sebenarnya bukan hal baru dalam proses perbaikan diri. Namun, beberapa waktu ini saya menemukan kesalahan fatal yang saya pribadi lakukan. Saya rasa banyak orang melakukan kesalahan yang sama dalam membangun habbits. Pertama, saya memulainya dengan sesuatu yang berat. misal : biasanya tidak rutin tilawah, tetiba ingin membiasakan tilawah 3 juz sehari. Kata Charles Duhig dalam Power of Habbits nya.. "kebiasaan itu akan berakhir ketika semangat berubah sudah padam." Maka mulailah dari kebisaan kecil, seperti kata Aa Gym. Kedua, saya memulainya dengan banyak habbits. Misal : setiap harinya saya ingin tilawah 1 juz, lari 10 menit, renang tiap 2 hari, puasa senin kamis, baca 1 buku /minggu, baca paper, and so on. Semua deretan itu akhirnya berakhir dengan tidak ada satupun yang membudaya.

Ketiga, Target dan Tujuan. Banyak metode, tools, atau buku yang membantu kita dalam menentukan tujuan dan tentunya merealisasikannya. Beberapa orang membuat daftar 100 keinginan lalu ditempel di tembok kamarnya, ada pula yang mengupayakan berbagi mimpi dengan teman-temannya. Tentu setiap orang boleh memilih caranya masing2. Saya sendiri akhirnya meilih untuk membuat rencana jangka pendek banget. Saya beri judul rencana itu "2 bulan peningkatan kapasitas diri" -memang bukan judul yg bagus- Tapi yang terjadi, setelah 1 bulan berlalu. setengah dari yang saya tulispun belum terlaksana. Akhirnya setelah dievaluasi, saya terlalu banyak menulis target. Ditambah dengan hampir semua target itu bukan seuatu yang biasa saya jalani. Maka saya ubah targetnya, dipotong sebagian dan mari kita lihat apa yang akan terjadi.

Pesan untuk pembaca : Saya minta maaf kalau tulisannya kurang enak dibaca - kebiasaan orang jawa, minta maaf sebelum dan sesudah apapun - ini juga bagian dari memulai kebiasaan menulis yg sudah direncanakan dari kapan tau. Jelek atau bagus yang penting nulis.

Selasa, 22 Maret 2016

Risalah Kemerdekaan Berpikir

Manusia secara fitrah diciptakan Allah sebagai makhluk yang merdeka, ia tidak tinggi karena keshalehannya seperti malaikat, ataupun rendah karena kesombongan seperti iblis laknatullah. Namun, ia tinggi karena kemerdekaan, kemampuan berpikir, interpretasi, dan menemukan kesimpulan yang dikaruniakan oleh Allah hanya kepada Adam AS dan anak cucunya. Dengan fitrah kemerdekaan ini manusia dapat memaknai kebenaran lebih baik dari malaikat. Di sisi lain kemerdekaan ini juga dapat membuatnya jauh lebih keblinger dari iblis. Dalam kesombongan yang membuat iblis dihinakan Allah dan mengharamkan surga bagi dirinya dan keturunannya, iblis masih mengakui bahwa Allah yang telah menciptakannya. Hari ini, dengan ‘kemerdekaan’ manusia, bahkan diantara mereka ada yang mengakui bahwa dirinya adalah tuhan.

Risalah kemerdekaan berfikir yang disenandungkan sejak ayah kita dikeluarkan dari surga selalu berupa pisau bermata dua. Saat ia menjelma menjadi kejernihan berpikir berdasarkan nafas ilahiyah, maka kebenaran hakiki menjadi buah segar nan manis yang siap dihidangkan. Namun, saat ia berubah menjadi keraguan, kecurigaan, dan kerendahan logika, ia tak ubahnya tumor yang menggerogoti keimanan. Sebut saja kernihan berfikir ini sebagai iman –bukan bermaksud memberi terminologi keimanan yang baru - dan lawannya adalah kesesatan.

Perang antara keimanan dan kesesatan yang telah terjadi dari sekian lama ini ternyata bersumber dari kemampuan berfikir manusia atau yang kita kenal dengan logika berfikir. Istilah logika sendiri berasal dari bahasa yunani (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa1. Namun sayang logika tanpa agama hanya mendatangkan kesengsaraan dalam pencarian kebenaran. Sebut saja teriakan Nietzsche dalam The Gay Science berkata,”Ketika kami mendengar ‘Tuhan tua itu telah mati’ maka para filosof dan ‘jiwa-jiwa yang bebas’ merasa seakan-akan fajar telah menyingsing menyinari mereka2 .”

Di barat manusia merdeka mencoba mengkritisi gereja dengan membombardir teolog dengan pertanyaan-pertanyaan yang oleh teolog sendiri tidak terjawab. Akhirnya manusia-manusia merdeka ini berkesimpulan ‘Tuhan telah mati’ atau kalaupun Ia belum mati maka mereka, manusia merdeka ini yang memiliki kewajiban untuk ‘membunuh Tuhan’. Karena menurut mereka tidak ada lagi supreme beig ataupun kekuatan absolut. Semuanya relatif, seperti fungsi tanpa nilai awal. Siapapun berhak menentukan nilai awalnya, dan sudah pasti hasil akhirnyapun akan menuju tempat yang berbeda meski dengan fungsi yang sama. Jika seseorang mengklaim sesuatu adalah benar, orang lain berhak menganggap sesuatu itu salah. Hingga sejarah pencarian ‘kebenaran’ di Barat mencapai suatu keputusan untuk ‘membunuh Tuhan’ dan menggantinya dengan Tuhan baru bernama logocentrisme atau rasionalisme3.Tak puas dengan Tuhan baru, mereka mengangkat Liberalisme. Gagasan yang ia bawa adalah tentang multiplicities, equal representation, dan total doubt.Gagasan ini membawa mereka menjadi sosok tanpa wajah, manusia tanpa jiwa, tidak ada parameter kebenaran selain manusia (relativisme).Inilah cerita risalah kemerdekaan berpikir menjadikan manusia lebih rendah derajatnya dari setan.

Disisi lain, risalah kemerdekaan berpikir pun pernah berbicara tentang kisah yang lain, cerita surgawi yang membuat nama pemerannya dicatat di langit, disejajarkan dengan kekuasaan dan keluasan arsy Allah. Khalilullah, begitulah Ibrahim disebut dalam firmannya. Gelar terpuji ini bukan menjadikan hidup ‘Bapak para Nabi’ ini semudah membalik telapak tangan. Justru kesulitan hidup, cobaan yang luar biasa berat telah membuat gelar ini cocok diberikan pada Ibrahim. Risalah ini bermula ketika Ibrahim yang telah beranjak dewasa mulai mempertanyakan kelakuan ummatnya yang menyembah patung. Sebuah benda tak bernyawa yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Pikiran logisnya terusik dengan premis tak terhubung yang selalu disampaikan. Iapun bertanya-tanya, “ jika ia Tuhan, bagaimana ia bisa memberi makan kami? Makan sendiripun ia tidak bisa. Jika ia Tuhan, bagaimana ia bisa membuat manusia, binatang, tumbuhan ini hidup? Sedangkan ia sendiri mati.” Hingga Ibrahim berkesimpulan Patung bukan Tuhan. Lalu Ibrahim bertanya lagi, lantas siapa tuhan? Pertanyaan yang sama  yang disenandungkan oleh filosof-filosof beberapa abad yang lalu. Ibrahim melihat bintang, pikiran logisnya berkata bukan, sinarnya kalah dengan sinar rembulan. Atau mungkin bulan, tapi beberapa hari berselang bulan menghilang sebagian, sampai tidak terlihat sama sekali. Ah, mungkin Matahari, sinar terangnya menghiasi bumi membentuk spektrum keindahan tiada terdua. Tapi ia hanya hidup pagi hingga petang, ia bukan Tuhan... Lalu siapa Tuhan? Hingga akhirnya wahyu Allah hadir menjawab segala kegelisahan Ibrahim dan menghentikan langkahnya dalam pencarian Tuhan. Ya, inilah Tuhan satu-satunya dzat yang Maha Segalanya, supremasi tertinggi dari alam semesta, Dialah yang layak kusembah dan pada-Nya lah aku berserah diri.

Itulah fitrah manusia dan kemerdekaan berfikirnya. Beberapa kisah menceritakan keindahan nikmat yang diberikan Allah dengan kemerdekaan itu, beberapa yang lain mengisahkan sebaliknya. Hari ini, dua fenomena ini saling berhadapan satu sama lain, mencoba mencari jawaban kebenaran yang sesungguhnya. Setiap mata pisau merasa dirinya yang benar. Hingga akhirnya mereka bertemu dalam sebuah peperangan. Bukan peperangan fisik tentunya, tapi sebuah perang ide. Perang argumen yang bisa jadi membuat kebenaran tidak berbeda dari kebathilan. Itulah Ghazwul Fikr.

Perang ini sungguh dekat, bagai pedang yang telah siap menggorok leher dan memisahkan ruh dari kepompong manusianya.  Sayangnya banyak dari kita tidak sadar jika peperangan ini terjadi, hal ini karena sifat dari GF yang membuat orang yang sedang diperangi tidak merasa sedang dalam medan perang. Perang ini disuguhkan dengan sangat apik dengan bungkus buku, lagu-lagu, dan media. Ia tidak menimbulakn korban jiwa, tapi akibat darinya lebih parah. GF menjadikan korbannya pengikut yang turut menyebarkan virus GF ke manusia lain, seperti wabah cacar yang menyebar di seluruh kota.

Satu hal penting lainnya adalah dalam mewujudkan kemerdekaan berfikir kita tetap harus memiliki sudut pandang berdasarkan pemahaman islam yang telah diajarkan. Semoga kita tidak terjerumus dan kalah dalam menghadapi peperangan ide yang sedang terjadi.

1 )Wikipedia.org terjemahan bebas
2)Misykat. Hamid Fahmy Zarkasy. 2012. Hal 4
3) Misykat. Hamid Fahmy Zarkasy. 2012. Hal 4