Sabtu, 11 Maret 2017

Lelaki Tenggelam 1.0

“Apakah kamu baik saja kawan?” seorang ikal hitam membangunkanku dari lamunan. Ahmad namanya, sahabat baikku yang sejak tadi tanpa sadar memerhatikan tingkah anehku sore ini. “Entahlah,” jawabku singkat. Ya, rasanya ada yang aneh denganku.

Namaku Iman, seorang sarjana biologi di institut terbaik negeri ini. Bukan hiperbolik, hanya saja begitulah orang-orang menyebutnya. Aku berhasil menyelesaikan kuliahku dengan waktu yang maksimal, tepatnya 7 menit sebelum DO. Ya begitulah kampusku, masuknya susah, keluarnya pun lebih susah. Hari ini aku bekerja di SMA semi militer nusantara sebagai guru biologi. Meski lulus dengan predikat 'alhamdulillah', aku tetap menyukai Biologi menjadi bagian dari denyut nadiku.

"Pak guru..., bapak kayanya lebih cocok jadi guru BK deh, ketimbang guru biologi" celetuk Zahra, murid kelas 10 di sekolah tempatku bekerja. "hmm... gimana ya..," jawabku sambil lalu. Pasalnya ini bukan kali pertama muridku mengatakan hal itu. Memang disamping mengajar biologi aku senang mendengar murid-muridku bercerita banyak tentang hidup mereka. Keluarganya, kebimbangan mereka, kebingungan mau masuk jurusan mana, bahkan soal 'cinta monyet' yang membuat mereka sedu sedan. Pernah suatu saat seorang murid menangis mendatangiku di satu sore sepulang sekolah. Aku benar-benar tak mengerti apa yang terjadi, hanya dengan mendengar suara tangisnya aku langsung tahu apa masalahnya. Ia hanya butuh dikuatkan pikirku. Ya begitulah, aku paling suka mendengar keluh kesah mereka, lalu membesarkan hati mereka dengan alasan yang sebenarnya mereka sudah tahu. Sejak saat itu aku mulai memikirkan masa depanku, kemana harusnya langkahku menuju. "Guru BK..." lirihku singkat. 

Sore itu tekadku telah bulat dan kuat. Guru BK atau tidak sama sekali. Dengan mantap kederapkan langkah kakiku menuju ruangan kepala sekolah. Aku pun menunggu di depan ruang sederhana bergaya lama itu. "Ada apa Iman, apa yang bisa saya bantu," sambutnya hangat. Bersama dengan senyumnya yang tulus, aku agak kikuk untuk memulai pembicaraan. "Jadi gini pak... Saya sudah bekerja di sekolah ini tiga tahun," meski sulit aku memmberanikan diri memulai pembicaraan. "Selama tiga tahun kebelakang, saya banyak berpikir tentang masa depan saya. Banyak komentar-komentar yang mulai membuat saya berpikir ulang. Apakah saya telah berjalan di jalur yang benar? Apakah kehidupan yang kini saya jalani benar-benar saya inginkan..." aku mencoba memberi jeda. "Ya Iman... kamu guru yang baik ko, anak-anak menyukaimu dan pelajaran biologi yang kamu bawakan... apa yang kamu risaukan sahabatku?" ia justru balik bertanya, hal itu membuatku bertambah gugup. 'tidak, jangan gugup Iman, tekad kita sudah bulat' ucapku pada diri sendiri. Setelah sekali ambil nafas panjang aku mencoba mengakhiri smua pembicaraan ini, "Saya pikir, saya lebih cocok jadi guru Bimbingan Konseling pak, daripada biologi,". "Bimbingan Konseling? kamu yakin man... kamu guru biologi terbaik di sekolah ini. Lebih lagi seorang guru BK harus berijazah psikologi.." tambahnya. Aku tidak tinggal diam, dengan tekadku yang telah bulat aku melanjutkan pembicaraan, "ya pak..., tekad saya telah bulat, Guru BK atau tidak sama sekali." "Saya sungguh minta maaf Iman sahabatku, sekolah ini mensyaratkan kualifikasi yang tinggi untuk setiap guru-gurunya. Tidak ada guru BK tanpa ijazah psikologi. Begitu pula kamu, bahkan kita tidak menerima guru biologi jika ia lulusan dari universitas yang tidak ternama..." lanjutnya. "Baiklah pak, saya mengundurkan diri dari sekolah ini. Segala urusan administrasi akan saya urus sesegera mungkin," jawabku tegas. "Loh... kok gitu, jangan buru-buru dulu man. setidaknya tunggu hingga semester ini berakhir, Saya akan sangat menghormati segala keputusan yang kamu buat. Tapi setidaknya penuhi permintaan terakhir saya," kebijaksanaan tergambar sempurna di wajahnya, bersama dengan senyumnya yang terlihat sedikit dipaksakan. "Baiklah pak, terimakasih atas kebijaksanaan bapak. Saya akan penuhi permintaan tersebut," rasanya mengalah adalah jalan yang tepat saat ini.

Aku sudah memulai satu perjalanan yang baru... sebuah turn over, aku tak pernah tahu kemana keputusan ini akan bermuara. "Bagaimanapun setiap saat keputusan tetap harus dibuat, Bismillah." batinku kembali menguatkan pilihan besar yang ternyata di masa depan membuat hidupku kian berubah....*


                                    

*ada lanjutannya kok...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar